Puisi : Pengertian dan Unsur-unsurnya 27 Juli, 2009
Posted by abdurrosyid in Hobiku Menulis.
Tags: definisi,
pengertian, puisi, unsur
trackback
Karya sastra secara umum bisa
dibedakan menjadi tiga: puisi, prosa, dan drama. Secara etimologis istilah puisi
berasal dari kata bahasa Yunani poesis, yang berarti membangun, membentuk,
membuat, menciptakan. Sedangkan kata poet dalam tradisi Yunani Kuno berarti
orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai
dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan
tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang
dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Menurut Kamus Istilah Sastra
(Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh
irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
Watt-Dunton (Situmorang, 1980:9)
mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat artistik
dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
Carlyle mengemukakan bahwa puisi
adalah pemikiran yang bersifat musikal, kata-katanya disusun sedemikian rupa,
sehingga menonjolkan rangkaian bunyi yang merdu seperti musik.
Samuel Taylor Coleridge
mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah.
Ralph Waldo Emerson (Situmorang,
1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata
sesedikit mungkin.
Putu Arya Tirtawirya (1980:9)
mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit dan samar, dengan
makna yang tersirat, di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
Herman J. Waluyo mendefinisikan
bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan
penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan
bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa
puisi adalah bentuk karya sastra yang mengekspresikan secara padat pemikiran
dan perasaan penyairnya, digubah dalam wujud dan bahasa yang paling berkesan.
Yang Membedakan
Puisi dari Prosa
Slametmulyana (1956:112)
mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan puisi. Pertama, kesatuan
prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan kesatuan puisi adalah
kesatuan akustis. Kedua, puisi terdiri dari kesatuan-kesatuan yang disebut
baris sajak, sedangkan dalam prosa kesatuannya disebut paragraf. Ketiga, di
dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.
Pendapat lain mengatakan bahwa
perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya, melainkan pada perbedaan
aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas pemadatan, yaitu proses
penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu memadatkannya (kondensasi).
Prosa merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses penciptaan dengan cara menyebarkan
kesan-kesan dari ingatan (Djoko Pradopo, 1987).
Perbedaan lain terdapat pada
sifat. Puisi merupakan aktivitas yang bersifat pencurahan jiwa yang padat,
bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan prosa merupakan aktivitas yang
bersifat naratif, menguraikan, dan informatif (Pradopo, 1987)
Perbedaan lain yaitu puisi
menyatakan sesuatu secara tidak langsung, sedangkan prosa menyatakan sesuatu
secara langsung.
Unsur-unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh
puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi, dan
makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara
singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
Kata adalah unsur utama
terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan
kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi
menjadi sebuah larik.
Larik (atau baris) mempunyai
pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata
saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah
kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada
batasan.
Bait merupakan kumpulan larik
yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada
puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada
puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan
irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau
kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian
tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama
disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya
karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata
yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau
panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu
unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima
maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat
puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari
pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan
dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi
dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi, atau sering
pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah
bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus
bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap
pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa
erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya
latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam
masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan.
Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan
bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan,
pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan
psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap
pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat
menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca
untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca,
dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar
maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan
tersebut bisa dicari sebelum penyair
menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan struktur
fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana
yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik
puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk
puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri,
pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan
pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang
dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra
yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus
dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan
makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata
yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran,
dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif),
imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji
dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan
seperti apa yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat
ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini
berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju:
melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret
“rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan,
dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang
dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu
(Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis,
artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa
figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora,
simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora,
pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto,
totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme,
dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan
akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal
/ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern
pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak
berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya
[Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi
rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam
pembacaan puisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Komentarnya:)