Buku karya DR. Mohammad Sholeh ini salah satu yang saya anggap sebagai buku referensi, perlu dibuka lagi untuk memperoleh insipirasi baru, sekalipun tampilannya mungil dan cocok sebagai buku saku. Ketika diterbitkan tahun 2006, segera saja buku ini menjadi booming dan hal itu menarik perhatian istri saya untuk memiliki bukunya (sementara saat itu saya masih lebih suka mengoleksi buku tentang sejarah Islam dan Al-Qur’an). Namun demikian, segera saja istri saya meletakkan buku itu di lemari dan tidak pernah menyentuhnya lagi. Kenapa? Ternyata buku kecil itu jauh lebih berat daripada penampilannya, karena merupakan bentuk populer dari desertasi doktoral sang pengarang.
Sebelum memasuki muatan buku, profil DR. Moh. Sholeh sendiri sudah sangat menarik. Beliau bukan dokter atau psikolog, bahkan menyelesaikan kuliah S-1 di Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang. Gelar Masternya adalah pendidikan dari IKIP Malang. Gelar doktor beliau diraih di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, yang merupakan barometer pendidikan kedokteran di Indonesia Timur, di bidang imunologi. Tahun 2004, beliau dikukuhkan sebagai guru besar Psikologi Islam. Hingga sekarang beliau adalah dosen di IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Siapapun yang pernah mengenyam pendidikan tinggi pasti akan terkagum-kagum dengan kemampuan beliau menempuh pendidikan lintas disiplin ilmu, seperti mengingatkan kita pada kecerdasan kaum intelektual masa renaissance seperti Leonardo Da Vinci. Da Vinci terkenal dengan lukisan Monalisanya, tetapi juga seorang engineer dan inventor, sementara itu ia juga diketahui sebagai filsuf religius. Menurut Abu Sangkan, yang menulis pengantar buku ini, kondisi ini dibentuk oleh penguasaan Prof.DR. Moh. Sholeh pada Al-Qur’an.
Menurut Abu Sangkan dalam pengantarnya dalam buku Terapi Salat tahajud ini, orang seperti Moh. Sholeh inilah yang dirindukan oleh dunia Islam, karena mampu menterjemahkan firman Allah menjadi temuan sains yang menakjubkan. Baginya, figur Moh. Sholeh dianggap telah menemukan nurun ‘ala nurin (cahaya maha cahaya) di dalam kandungan Al-Qur’an. Al-Qur’an bukan lagi sekedar dimuati ayat-ayat maha indah dan menggugah rasa ketika dilantunkan, namun juga sarat dengan sumber pengetahuan yang perlu dikaji dan dikupas.
Al-Qur’an sebenarnya mengharapkan dan meminta kita untuk setidaknya 6 hal:
Ø Iqra’ (bacalah)
Ø wa-sma’u (dan simaklah)
Ø afala tatafakkarun (lalu pikirkanlah)
Ø afala tubshirun (lalu perhatikanlah)
Ø afala tandhurun (lalu telitilah)
Ø afala tatadabbarun (lalu ungkapkanlah)
Prof.DR. Moh. Sholeh telah melakukan semuanya hingga beliau menemukan hubungan antara shalat tahajud dengan kesehatan. Al-Qur’an menyebut orang seperti beliau ini Ulul Albab, yaitu orang yang mengingat Allah sabil berdiri, duduk, atau dalam keadaan ebrbaring lalu memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (Ali Imran 190-191).
Kita tidak pernah mengenal nama besar ilmuwan ini sebelumnya, dan hingga sekarang pun saya yakin banyak yang tidak mengenal benar sosoknya yang rendah hati. Beliau bukan selebritis yang mencoba mencari penghargaan dari sesama manusia, namun berlian yang yang berada di tengah masyarakat dan menjadi mercusuar bagi orang lain. Selain aktif sebagai dosen, beliau juga merupakan terapis psikoneuroimunologi di Surabaya (Masjid Al-Akbar).
Sebelumnya, saya hendak mengajak saya pribadi untuk mendawamkan amalan ini, dan semoga Allah menganugerahkannya amalan ini agar jadi kebutuhan saya dan Anda. Sholat Tahajjud ternyata tak hanya membuat seseorang yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) yang terpuji di sisi Allah (Qs Al-Isra:79) tapi juga sangat penting bagi dunia kedokteran. Menurut hasil penelitian Mohammad Sholeh, dosen IAIN Surabaya, salah satu shalat sunah itu bisa membebaskan seseorang dari serangan infeksi dan penyakit kanker.
Tidak percaya?
Cobalah Anda rajin-rajin sholat tahajjud. "Jika anda melakukannya secara rutin, benar, khusuk, dan ikhlas, niscaya Anda terbebas dari infeksi dan kanker". Beliau melontarkan pernyataanya itu dalam desertasinya yang berjudul 'Pengaruh Sholat tahajjud terhadap peningkatan Perubahan Response Ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi".
Dengan desertasi itu, Sholeh berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pasca Sarjana Universitas Surabaya. Selama ini, menurut Sholeh, tahajjud dinilai hanya merupakan ibadah shalat tambahan atau sholat sunah. Padahal jika dilakukan secara kontinu, tepat gerakannya, khusuk dan ikhlas, secara medis sholat itu menumbuhkan respons ketahannan tubuh (imonologi) khususnya pada imonoglobin M, G, A dan limfosit-nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi coping).
Sholat tahajjud yang dimaksudkan Sholeh bukan sekedar menggugurkan status sholat yang muakkadah (Sunah mendekati wajib). Ia menitik beratkan pada sisi rutinitas sholat, ketepatan gerakan, kekhusukan, dan keikhlasan. Selama ini, kata dia, ulama melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan tekhnologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri, dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol.
Parameternya, lanjut Sholeh, bisa diukur dengan kondisi tubuh. Pada kondisi normal, jumlah hormon kortisol pada pagi hari normalnya antara 38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari-atau setelah pukul 24:00 normalnya antara 69-345 nmol/liter. "Kalau jumlah hormon kortisolnya normal, bisa diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan. Begitu sebali knya. Ujarnya seraya menegaskan temuannya ini yang membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama (Islam) semata-mata dogma atau doktrin.
Sholeh mendasarkan temuannya itu melalui satu penelitian terhadap 41 responden siswa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya. Dari 41 siswa itu, hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan sholat tahajjud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan sholat tahjjud selama dua bulan. Sholat dimulai pukul 02-00-3:30 sebanyak 11 rakaat, masing masing dua rakaat empat kali salam plus tiga rakaat. Selanjutnya, hormon kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya (paramita, Prodia dan Klinika). Hasilnya, ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin bertahajjud secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak melakukan tahajjud. Mereka yang rajin dan ikhlas bertahajud memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menaggulangi masalah-masalah yang dihadapi dengan stabil.
"Jadi sholat tahajjud selain bernilai ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi. Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif dan coping yang efectif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress." Nah, menurut Sholeh, orang stress itu biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker dan infeksi. Dengan sholat tahajjud yang dilakukan secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respons imun yang baik, yang kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker. Dan, berdasarkan hitungan tekhnik medis menunjukan, sholat tahajjud yang dilakukan seperti itu membuat orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik.Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya. Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk diakal kita?
Seorang Doktor di Amerika telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang di temuinya di dalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran. Dia adalah seorang Doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu ia telah membuka sebuah klinik yang bernama "Pengobatan Melalui Al Qur'an" Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat didalam Al-Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam)dan sebagainya. Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam, maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara yang lebih normal.
Setelah membuat kajian yang memakan waktu akhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang 5 waktu yang di wajibkan oleh Islam.
Begitulah keagungan ciptaan Allah. Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam "sepenuhnya" karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.
Kesimpulannya: Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak bersembahyang apalagi bukan yang beragama Islam walaupun akal mereka berfungsi secara normal tetapi sebenarnya di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan di dalam membuat keputusan secara normal. Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segan-segan untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya walaupun akal mereka mengetahui perkara yang akan dilakukan tersebut adalah tidak sesuai dengan kehendak mereka karena otak tidak bisa untuk mempertimbangkan secara lebih normal. Maka tidak heranlah timbul bermacam-macam gejala-gejala sosial masyarakat saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Komentarnya:)