Sabtu, 21 Januari 2012

Contoh cerita Pendek (cerpen) 2


Semua orang pasti punya kisah yang mendalam dan tak terlupakan. Kisah yang selalu tersimpan rapi dalam memori ingatan. Ini kisahku... Kisah abadi dalam hidupku.
                                                            ***************
            Sama seperti hari-hari lain, hari ini aku termenung di bangku taman di kampusku. Ya, tempat favoritku di kampus tercinta. Aku bisa menghabiskan berjam-jam hanya untuk sekedar duduk dan melihat sekelilingku. Walaupun sendirian tapi aku nyaman berada di tempat ini. Di sini, di tempat ini aku sering menunggu teman-temanku datang.
            “ Masih mengamati cowok itu? “ Linda tiba-tiba datang.
            “ Em... enggak. Aku lagi nungguin kamu kok, Lin. Ngapain juga aku ngamatin tu cowok? Ga banget deh.” jawabku dengan rasa kesal.
            “ Oh, ya sudah, ayo pergi! Kita ga boleh telat masuk di hari pertama kita kuliah.” Linda menarik tanganku. Dan dengan terpaksa aku mengikutinya.
            Selain menunggu teman-temanku datang, di taman itulah aku sering memperhatikan salah seorang seniorku. Dia yang pernah menolongku saat aku kesulitan mengerjakan hukuman Ospekku.
Hari itu aku ulang tahun. Sialnya seniorku tahu. Dan akhirnya aku dapat hadiah dari mereka, yaitu membersihkan toilet kampus. Kata mereka sih pekerjaan ini sebagai bentuk cinta kebersihan dan membantu Pak Somat, seorang cleaning servise yang ga masuk karena sakit. Aku pun patuh aja, membersihkan toilet yang sebenarnya uda bersih. Karena kesal aku ga sadar kalau ternyata ada seniorku yang berdiri di belakangku. Mungkin dia iba melihatku bekerja sendiri, dia pun menawarkan bantuan untuk membantuku, karena memang aku kualahan mengerjakan pekerjaan ini jadi aku terima saja tawaran itu. Dari raut wajahnya, dia terlihat tulus membantuku.
Aku senang pekerjaan ini telah selesai. Sangat melelahkan! Walaupun aku sudah terbiasa membersihkan rumahku, tapi ini lebih parah. Kotor sekali! Untung ada seniorku itu. Setelah selesai, aku pun mengucapkan terima kasih dan segera pergi meninggalkannya. Aku sampai lupa menanyakan siapa namanya. Saat aku mau kembali, ternyata dia sudah pergi. Dengan kecewa, aku pun meneruskan perjalanan ke kelasku.
Setiap hari aku selalu mencari tahu siapa tentang dia. Dan akhirnya aku mengetahui jati dirinya. Namanya Angga, mahasiswa jurusan Kedokteran. Tapi aku tidak berani berkenalan langsung dengannya. Aku hanya mencari tahu dari temanku, Linda, yang jadi anggota koran kampus dan sering meliput tentang Angga. Kata Linda, Angga adalah salah satu mahasiswa yang sangat terkenal di kampusku. Sejak saat itulah kebiasaanku duduk di bangku taman dimulai. Di tempat itulah setiap pagi aku bisa melihat Angga. Walaupun hanya sebentar, tapi sudah cukup membuatku bahagia.
“ Hari ini aku ada tugas ngeliput Kak Angga lagi, Lun. “ kata Linda sambil memesan minum di kantin.
“ Oh Mas Angga yang jago main basket itu kan Mbak? “  kata Bu Iyem, panjaga kantin kampus, mencoba memastikan.
“ Iya. Kok Ibu tahu? “ tanyaku penasaran.
“ Lha saya kan juga menggemar Mas Angga, Mbak. Kalau saja saya masih muda, saya pasti sudah mengejar-ngejar Mas Angga. “ jelas Bu Iyem.
            Aku heran mendengar penjelasan Bu Iyem. Mungkin Angga memang terkenal, sampai seorang Bu Iyem pun mengaku sebagai penggemarnya. Aku mengajak Linda untuk minum di taman kampus.
            “ Lin, kapan kamu mau meliput tentang Kak Angga? “ tanyaku dengan malu-malu.
            “ Sepertinya besok. Aku harus cepat-cepat mendapatkan informasi terbaru tentang dia. Kenapa Lun? Kamu mau ikut? “ Linda tampak tersenyum meledekku.
            “ Kalau boleh sih, aku pengen ikut. Sekali-sekali lah. “ jawabku antusias.
            “ Boleh kok, aku akan mengajakmu besok. “ Linda tertawa melihat wajahku yang memerah saking malunya.
            Keesokan harinya, Linda dan aku pergi ke rumah Angga, yang ternyata dekat dengan rumah Linda. Rumahnya bersih, rapi, tapi sayang tampak sepi. Angga mempersilahkan kami duduk. Sepertinya dia tidak mengenali aku.
            “ Ada tugas ngeliput Kakak lagi, Lin? Tumben kamu datang ke rumah Kakak. “ tanya Angga.
            “ Iya Kak, malam ini harus uda di kirim ke Kak Bonan, mau diedit sebelum diterbitkan. “ jawab Linda.
            “ Kamu ga ngenalin temenmu itu ke Kakak? “ pertanyaan Angga berhasil membuatku gemetar.
            “ Oh iya, Kak. Ini Luna, yang dulu pernah Kakak bantuin bersih-bersih toilet. Inget ga? “ Linda menjelaskan kepada Angga.
            “ Oh ya! Kakak inget. “ jawab Angga singkat.
            Aku hanya bisa tersenyum tanpa ada satu katapun yang keluar dari mulutku. Mulutku tiba-tiba terasa kaku, suaraku pun hilang. Aku gemetar saat matanya melihatku.
            “ Ya sudah. Kita mulai saja, biar cepet selesai. “ Angga mengajak kami berkeliling rumahnya. Karena liputan Linda kali ini tentang keadaan rumah Angga jadi kami harus melihat-lihat dari sudut ke sudut rumah Angga.
            Melihat mereka bersama, aku jadi iri. Mereka sangat terlihat akrab, seperti sudah lama kenal. Di hatiku timbul rasa cemburu, tidak suka melihat mereka. Akhirnya aku putuskan untuk tidak mengikuti mereka, dan pergi ke sisi lain dari rumah Angga. Aku menemukan sebuah piano di sudut ruangan rumah Angga. Aku tertarik untuk melihatnya. Di atas piano itu terdapat sebingkai foto yang membuatku penasaran. Terlihat dua anak kecil sedang berfoto bersama. Aku tahu anak laki-laki itu Angga, tapi siapa anak perempuan di sebelahnya? Mereka sangat bahagia. Mungkin anak perempuan itu teman kecil Angga, pikirku menghibur diri. Tapi aku merasa mengenal sosok dalam foto itu. Ya, anak perempuan itu. Aku pernah melihat wajahnya, tapi di mana? Saat aku mencoba untuk mengingat siapa anak itu, tiba-tiba Linda memanggil-manggil namaku. Sontak aku langsung menjawab panggilannya dan berlari menuju tempat Linda berada.
            “ Uda selesai, Lin? Maaf tadi aku bosan jadi..... “ aku mencoba menerangkan.
            “ Ga, Lun. Aku yang harusnya minta maaf uda ninggalin kamu. Aku uda selesai kok. Dan Kak Angga mau pergi, kita pulang sekarang aja yuk! “ kata Linda memotong omonganku.
            Aku dan Linda pulang ke rumah masing-masing. Dan aku masih belum menemukan siapa sosok anak perempuan di foto itu. Aku frustasi dan memutuskan untuk mandi kemudian tidur. Sebelum tidur, aku membaca sms dari Linda yang isinya dia tidak bisa berangkat denganku ke kampus besok. Mungkin dia ada tugas lain, pikirku.
***
            Pagi harinya, aku berangkat ke kampus sendirian. Tapi sebelumnya, aku ingin sekedar melihat rumah Linda untuk mengecek apa dia sudah berangkat. Sampai di ujung gang rumah Linda, aku melihat Angga sedang menjemput Linda. Apa tugasnya belum selesai? Tapi kok aneh, mereka terlihat.... mesrah! Tanpa berpikir panjang aku langsung memutar jalan dan pergi ke kampus. Aku tidak mengerti apa maksud dari semua ini.
            Aku masih bingung, sangat bingung. Apa kedekatan mereka sudah lebih dari sekedar partner kerja? Tapi Linda kan tahu, akulah yang selama ini mencoba mendekati Angga. Apa aku yang terlalu cepat menyimpulkan apa yang aku lihat barusan? Mungkin Angga tidak sengaja bertemu Linda di depan rumahnya. Dadaku terasa sesak. Apa sahabatku sendiri sudah menghianatiku? Aku ingin menangis.
            Linda datang di saat yang tidak tepat. Dia menghampiriku di taman kampus, padahal aku sedang tidak ingin bertemu dengannya. Sebenarnya aku ingin menanyakan kebenaran hubungannya dengan Angga, tapi aku takut aku tidak kuat mendengar jawabannya. Dan aku putuskan untuk meninggalkannya sebelum dia sempat menghampiriku.
            Langit tampak mendung, sepertinya dunia pun merasakan kegundahan yang ada di hatiku. Aku bingung mau kemana. Bunyi dering dari HP-ku tidak aku hiraukan, mungkin Linda sedang mencariku. Tapi aku ingin sendiri saat ini, aku ingin menghilangkan gundah ini. Aku berjalan tak tentu arah, tak tahu mau ke mana. Dan akhirnya aku sampai di taman kota. Aku duduk di sana, dan berkutat dengan pikiran dan hatiku. Ada kebimbangan dalam hatiku. Satu sisi hatiku berkata Linda telah menghianatiku, tapi di sisi lain hatiku ragu. Linda adalah sahabat karibku, tidak mungkin dia tega merebut Angga dariku.
            Malam semakin larut, hujan rintik-rintik turun mengguyur bumi. Aku sadar air mataku telah jatuh  dari sudut mata, bersama air hujan perlahan membasahi tubuhku. Aku melanjutkan perjalananku. Kali ini aku harus pulang, aku tidak mau membuat bundaku cemas.
            Di dalam rumah, Linda sudah menungguku. Ya, dia benar-benar mengkhawatirkanku. Sontak emosiku meningkat saat bertemu dengannya.
            “ Luna, ke mana saja kamu? Aku menghubungimu tapi ga kamu jawab. Ada masalah apa sih? “ pertanyaan Linda membuatku semakin kesal. Apa dia tidak menyadari apa yang dia lakukan?
            “ Masalah? Kamu menanyakan apa masalahnya? Asal kamu tahu, kamulah masalahnya! “ nada bicaraku meninggi.
            “ Apa maksudmu? Apa salahku? “ Linda tampak benar-benar tidak mengerti.
            “ Sudah sampai mana hubunganmu dengan Kak Angga? Hebat ya kamu telah menusuk sahabatmu sendiri. Diam-diam kamu juga suka sama dia, iya?! Apa pendapatmu tentang sahabat yang  pergi dengan gebetan sahabatnya sendiri? Apa itu bukan penghianatan?!! “ nada bicarku semakin meninggi. Rasanya aku sampai ingin menangis.
            “ Bukan begitu, Luna. Aku bisa jelaskan bagaimana kejadian yang sebenarnya. Aku.... “ Linda mencoba menjelaskan.
            “ Sudahlah! Aku capek! Aku mau tidur! Cepatlah pulang dan tinggalkan aku! “ sekali lagi aku membentak Linda. Sahabatku sendiri.
            Linda tampak sangat bersalah dan memutuskan untuk pergi dari rumahku. Aku cepat masuk kamar dan membersihkan badanku. Tapi aku tidak bisa memejamkan mataku, malah air mataku tidak berhenti mengalir. Bodohnya aku! Kenapa aku tidak mendengarkan penjelasan Linda tadi. Mungkin dia memang tidak bersalah. Aku putuskan untuk menemuinya besok dan meminta maaf atas apa yang aku lakukan. Ya, aku harus minta maaf. Aku tidak mau persahabatan ini rusak cuma karena kesalahpahaman.
            Hari telah berganti, aku harus merubah keadaan ini kembali seperti semula. Tidak ada perselisihan dan pertengkaran. Ya, ini cuma salah paham. Aku berjalan ke kelas dengan harapan bisa bertemu Linda. Tapi dia tidak ikut kuliah pagi ini. Setelah selesai kuliah, aku mencari Linda ke tempat redaksi koran kampus. Mungkin dia sedang banyak tugas. Tapi.... Aku tak kuasa melihatnya. Linda dan Angga. Hanya berdua di tempat itu!
            “ Linda...! “ aku berteriak memanggil namanya.
            “ Luna? “ Linda terkejut melihatku.
Aku berlari menuju mobilku dan pergi dari kampus. Linda mengejarku dengan motornya. Linda memang lebih memelih menggunakan motor dari pada mobil, alasannya Cuma karena lebih praktis. Aku menambah kecepatan mobilku. Aku tak menyangka niat baikku akan berbuah tuka dalam hatiku bertambah. Aku semakin jauh meningglkan Linda. Sampai akhirnya dia tidak bisa mengejarku. Aku menangis lagi. Kenyataan ini sangat menyakitkan.
            Aku berhenti di taman kota yang semalam aku kunjungi. Aku duduk termenung menatap langit. Berharap ini hanya sebuah mimpi buruk yang pasti akan berlalu. Tapi nyatanya ini bukan mimpi. Dering HP-ku berbunyi. Tampak sebuah nama yang tidak pernah menghubungiku. “ANGGA”. Kenapa Angga menghubungiku? Aku tidak menghiraukan panggilan itu. Sampai panggilan ketiga, terpaksa aku menjawab panggilan itu.
            “ Halo.. “
            “ Halo ini Luna. Aku Angga. “ suara Angga terdengar cemas.
            “ Iya, Kak. Ada apa? “ jawabku denagn suara datar.
            “ Linda kecelakaan, Lun. Dia sekarang ada di rumah sakit. Sepertinya lukanya parah. Tolong datang ke sini... “ suara Angga menghilang.
Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku shock. Linda kecelakaan? Apa yang aku lakukan? Ini salahku! Kenapa aku langsung pergi meninggalkannya? Maafkan aku sahabatku. Aku langsung pergi ke rumah sakit, tempat Linda di rawat. Angga masih ada di sana.Tapi, terlambat! Linda sudah tiada. Linda sudah pergi. Dan aku hanya bisa menangisi jasatnya yang telah kaku.
            “ Lun, ini untukmu. “ Angga memberiku sepucuk surat yang Linda tulis untukku. Tanganku sampai gemetar menerima surat itu. Angga hanya tersenyum untuk memberiku semangat. Surat itu dibuat Linda setelah aku membentaknya kemarin. Saat aku tidak mau mendengarkan penjelasannya. Aku membuka surat itu dan segera membacanya.


                                                                                                            11 November 2011
Sahabatku, Luna.
            Mungkin saat kamu membaca surat ini, kamu sedang membenciku.
Luna, maaf aku telah membuatmu sakit hati. Tapi aku dan Kak Angga hanya sekedar teman, ga lebih dari itu. Kami teman masa kecil. Aku sudah mengenal Kak Angga sejak umur 5 tahun. Dari dulu kami sering bermain bersama. Maaf aku baru menceritakan hal ini sekarang. Aku hanya ga mau membuatmu sakit hati karena kedekatanku dengan Kak Angga.
Tentang aku yang pergi dengan Kak Angga kemarin, karena aku dapat tugas lagi untuk koran kampus. Dan Kak Angga yang membantuku menyelesaikannya. Mungkin harusnya aku menjelaskan ini dari awal kepadamu, supaya ga ada salah paham seperti sekarang.
Lewat surat ini, aku mau minta maaf padamu. Kamu sahabat terbaikku. Aku sungguh ga ada niat untuk mengkhianatimu. Maafkan aku sahabatku.
                                               
                                                                                                            Linda.

            Air mataku tak berhenti mengalir saat membaca surat itu. Semuanya sudah terlambat. Linda sudah pergi. Betapa jahatnya aku! Aku teringat foto yang ada di atas piano Angga. Kenapa aku tak menyadari bahwa sosok anak perempuan di foto itu adalah Linda. Ya, anak itu Linda. Kenapa aku baru sadar?
            “ Maafkan aku sahabatku. Semoga kamu tenang di sisi Tuhan... “


SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Komentarnya:)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...