MEMAHAMI
ILMU POLITIK
Oleh Ramlan
Subakti
BAB I - PENDAHULUAN
Tahun-tahun terakhir ini semakin
banyak orang menyadari bahwa politik merupakan hal yang melekat pada lingkungan
hidup manusia. Politik hadir di mana-mana, di sekitar kita. Sadar atau tidak,
mau atau tidak, politik ikut mempengaruhi kehidupan kita sabagi individu maupun
sebagai kelompok masyarakat. Hal itu berlangsung sejak kelahiran sampai dengan
kematian, tidak peduli apakah kita ikut mempengaruhi proses politik maupun tidak. Karena politik mempengaruhi
kehidupan semua orang maka Aristoteles pernah mengatakan, politik merupakan master of science.
Maksudnya, bukan dalam arti ilmu
pengetahuan (scientific), tetapi ia
menganggap pengetahuan tentang politik merupakan kunci untuk memahami
lingkungan. Bagi Aristoteles, dimensi politik dalam keberadaan manusia
merupakan dimensi terpenting sebab ia mempengaruhi lingkungan lain dalam
kehidupan manusia. Bagi Aristoteles, politik berarti mengatur apa yang
seyogyanya kita lakukan dan apa yang tidak. Penjelasan ini menyadarkan kita
akan pentingnya mempelajari politik.
Dari berbagai kepustakaan ilmu
politik, di simpulkan ada tiga cara yang pernah di gunakan untuk menjelaskan
pengertian politik. Pertama, mengidentifikasikan kategori-kategori aktivitas
yang membentuk politik. Dalam hal ini, Paul Conn menganggap konflik sebagai
esensi politik. Kedua, menyusun suatu rumusan yang dapat merangkum apa saja
yang dapat di kategorikan sebagai politik. Dalam hal ini, Harold Lasswell
merumuskan politik sebagai “siapa saja mendapat apa, kapan, dan bagaimana”.
Ketiga, menyusun daftar pertanyaan yang harus di jawab untuk memahami politik.
Dengan pertanyaan pokok itu, di harapkan dapat memberi jawaban dengan gambaran
yang setepatnya mengenai politik.
Berawal dari beberapa konsep dan
asumsi yang ada, dapat di rumuskan suatu konsep politik yang lebih komprehensif,
yaitu politik ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka
proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan
bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
BAB II - KEBAIKAN BERSAMA
Setiap pihak
dalam kehidupan politik selalu menggunakan alasan demi “kebaikan bersama” (public good). Alasan yang di terima
secara umum itu di kemukakan untuk mengadakan pembenaran atas tuntutan atau
tindakannya. Di Amerika Serikat, Asosiasi Nasional Peminat Senapan (National Rifle Association) menentang
setiap upaya pembuatan undang-undang tentang pengendalian senjata api. Usaha
itu di laksanakan dengan alasan, pengaturan itu mengurangi kebebasan (freedom) dan merupakan ancaman terhadap
kemampuan individu untuk mempertahankan dirinya. Seperti di ketahui,
individualism merupakan nilai yang di anggap paling baik di Amerika Serikat.
Sementara di Republik Rakyat Cina dan
negara-negara komunis lainnya, dengan menggunakan apa yang mereka anggap
sebagai kebaikan bersama, yakni perencanaan terpusat di bawah kepemimpinan
diktator proletariat untuk menuju masyarakat komunis, pemerintahnya melakukan
tindakan-tindakan seperti mambatasi kontak dan komunikasi warganya dengan
budaya asing, mengendalikan proses sosialisasi untuk generasi baru, dan
mengendalikan semua organisasi sosial.
Boleh jadi dengan alasan keamanan
umum lebih penting daripada keamanan kelompok kecil pengacau maka pihak
pemerintah atau golongan tertentu membunuh semua penjahat kambuhan. Di
Indonesia tentu juga tidak asing lagi dengan kebijakan kebaikan bersama
tersebut. Kita menilai kebijakan yang menguntungkan lapisan masyarakat tertentu
sebagai tidak berkeadilan sosial karena sebagai bangsa, kita sudah sepakat
keadilan sosial merupakan satu dari lima nilai yang di anggap berharga sebagai
kebaikan bersama.
Alasan-alasan kebaikan bersama itu,
apakah di gunakan sebagai pembenaran atau sungguh-sungguh di gunakan sebagai
pedoman penyusunan kebijakan, semua menunjukkan setiap sistem politik memiliki
sebuah nilai atau ide-ide yang di anggap terbaik sebagai kebaikan bersama.
Dengan kata lain, setiap sistem politik memiliki gambaran tentang negara dan
masyarakat yang di anggap terbaik (the
best regime).
Dalam ilmu-ilmu sosial di kenal dua
pengertian mengenai ideologi, yaitu ideologi secara fungsional dan secara
struktural. Ideologi secara fungsional di artikan sebagai seperangkat gagasan
tentang kebaikan bersama, atau tentang masyarakat dan negara yang di anggap
paling baik, sedangkan ideologi secara struktural di anggap sebagai sistem
pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan
tindakan yang di ambil oleh penguasa.
BAB III – BANGSA DAN NEGARA
Manusia
dapat di kelompokkan dalam berbagai kelompok. Pengelompokan atas dasar jenis
kelamin secara konversional di kenali dengan kategori Pria dan Wanita. Dari
segi adat-istiadat dan bahasa di kenal dengan berbagai suku bangsa, seperti
suku bangsa Jawa, Sunda, Arab, dan Rusia. Lalu berdasarkan ciri fisik biologis
manusia di kelompokan menjadi beberapa ras, seperti mongoloid, Kaukasoid,
Eropa, Melayu, dan Melanesia. Menurut iman dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, manusia di kelompokan menjadi penganut agama Islam (Sunni dan Syiah),
Kristen Katholik, Kristen Protestan, Katolik Ortodoks, Yahudi, Hindu, Budha,
dan Shinto. Berdasarkan juridis fomal manusia di kelompokan menjadi kategori
warga negara dan kategori warga negara
asing.
Seluruh
kategori yang telah di sebutkan di atas, di pelajari dalam ilmu politik. Hal
itu di sebabkan kategori-kategori tersebut sangat berkatian dengan konsep-konsep
bangsa dan negara. Ilmu politik memusatkan perhatian pada konsep-konsep bangsa
dan negara kaerna semua proses politik menyangkut bangsa dan negara. Apabila
permasalahan bangsa di bahas, maka dua konsep lain muncul ke permukaan, yaiut
suku bangsa (ethnic group) dan ras.
Suku bangsa merupakan pengelompokkan masyarakat berdasarkan kesamaan ciri-ciri
fisik biologis, seperti warna kulit, bentuk wajah (hidung dan mata), bentuk
rambut, dan perawakan.
Suatu suku bangsa dapat memiliki
lebih dari satu negara seperti suku bangsa Arab yang terkelompokan menjadi
lebih dari sepuluh negara Arab. Lalu suatu ras terdiri dari atas lebih dari
satu negara bukan menjadi pertanyaan lagi karena tidak ada satu ras di dunia
yang memiliki satu negara saja. Ternyata ras bukan faktor yang menentukan dalam
pembentukan bangsa-negara. Sebaliknya, suatu negara dapat terdiri atas beberapa
suku bangsa dan ras, seperti Indonesia dan Amerika Serikat.
Negara juga byukanlah pengelompokan
masyarakat berdasarkan kesamaan identitas kultural atau fisik biologis. Negara
menggambarkan adanya struktur kekuasaan yang memonopoli penggunaan paksaan
fisik yang sah terhadap kelompok masyarakat yang tinggal dalam wilayah yang
jelas batas-batasnya. Jadi, negara merupakan pengelompokan masyarakat atas
dasar kesamaan struktur kekuasaan yang memerintahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Komentarnya:)